Tuesday, October 8, 2013

Ulangi Lagi

Ulangi Lagi

Berulang kali dalam hidup kita. Bahkan dalam sehari dalam hidup kita. Sholat menjadi salah satu hal yang paling utama untuk kita yang beragama islam. Atau tepatnya itulah ibadahnya umat islam. Sebuah “ritual” rutin tiap pergantian waktu.

Sama seperti ummat kristiani, hindu, maupun buddha sama ketika mereka berjalan ke masing-masing tempat peribadatan mereka. Sebentar namun pasti mereka sembahyang.
Dan sama seperti itulah kita sebagai umat islam. Datang ke masjid, sholat, dan selesai.
Tapi apakah hanya berlangsung seperti itu?
Suatu hari saya melihat sebuah tayangan, dimana disitu ada seorang pendeta berkhotbah. Atau lebih tepatnya tiap minggu ada acara gereja. Saya melihat sebuah kepercayaan yang besar. Keyakinan.
Para umat kristiani itu datang ke gereja dengan sebuah keyakinan. Mereka menangis di dalamnya. Mereka memejamkan mata mereka. Mereka genggam tangan mereka. Mereka percaya mereka sedang berbicara dengan Tuhan. Mereka tulis dalam ibadah mereka.
Tak hanya itu, saya lihat bagaimana umat hindu di Bali. Tiap hari, selama 3 kali, mereka datang ke pura membawa sesajen dan beribadah. Tak seperti sebuah keterpaksaan. Ikhlas, tenang, dan menyentuh.
Kemudian ke vihara. Kita lihat para bikshu (yang beragama shinto). Mereka meditasi dengan tenang sambil mengetuk-ngetuk sesuatu. Dan mereka tenang disitu.
Dan inilah kita umat islam. Sudahkah kita datang ke masjid. Sholat dengan tenang. Berkomunikasi dengan Allah secara perlahan, menyentuh, meminta dengan sopan. Datang ke “Rumah-Nya” dan memohon dengan tenang. Dengan keikhlasan hati. Mungkin dalam bahasa yang mudah dikenali, Tuma’ninah.
Sejauh mana tuma’ninah kita?. Apakah kemudian sekedar sholat dan kemudian sudah. Dimana letak esensinya jikalau seperti itu?.


Pernah mendengar cerita ini :
|“Seorang laki-laki masuk masjid. Kemudian ia shalat. Selepas shalat ia menghampiri Rasulullah yang sedang duduk di pinggir masjid seraya mengucapkan salam.
Rasulullah menjawab salamnya kemudian mengatakan sesuatu, “Ulangi lagi (shalatnya), karena sesungguhnya kamu belum shalat”.
Si laki-laki pun segera memenuhi titah Rasulullah. Ia shalat kembali sebagaimana intruksi Rasulullah. Selesai shalat ia menghampiri Rasul sembari mengucapkan salam.
Rasulullah menjawab salamnya kemudian mengatakan sesuatu, “Ulangi lagi (shalatnya), karena sesungguhnya kamu belum shalat”.
Orang itu kembali shalat untuk yang kedua kalinya meskipun di benaknya ada tanda tanya. Selesai shalat, segera ia menghampiri Rasulullah dan mengucapkan salam.
Seperti sebelumnya, lagi-lagi Rasulullah menyuruh laki-laki itu untuk mengulangi shalat. Ia penasaran, ada apa dengan Rasulullah, kok menyuruh shalat lagi padahal ia sudah shalat?
“Rasulullah, demi  Dzat yang telah mengutus Engkau dengan membawa kebenaran, ajarkanlah kepadaku!” Demikian si laki-laki itu meminta pengajaran kepada Rasulullah saw..
Maka, Rasulullah memberi nasehat kepadanya, “Jika kamu hendak shalat, sempurnakanlah wudhu. Kemudian menghadaplah ke kiblat dan segera takbir. Lalu, bacalah ayat Quran yang kamu mudah membacanya”.
Beliau melanjutkan nasehatnya, “Kemudian rukuklah sampai kamu merasa tenang ketika sedang rukuk. Bangkitlah dari rukuk sehingga kamu berdiri tegak. Lalu, sujudlah kamu sehingga kamu merasa tenang dalam keadaan sujud. Kemudian, bangkitlah dari sujud sehingga kamu merasa tenang dalam keadaan duduk. Kemudian, sujudlah sehingga kamu merasa tenang dalam keadaan sujud”.
Setelah itu, Rasulullah menutup nasehatnya dengan perintah. “Kerjakalah hal tersebut dalam setiap shalatmu!”
Rasulullah menyuruh orang itu untuk mengulangi shalat alasannya itu belum shalat. Padahal, ia sudah menjalankan shalat. Ini kenapa?
Setelah orang itu meminta pengajaran, Rasulullah mengajarkan tata cara shalat dan tentang keharusan shalat dengan tenang. Apa maksud Rasulullah ini? Oh, mungkin saja orang tersebut dalam gerakannya tidak benar atau tidak tenang. Seperti burung mematuk makanannya.”
(HR. Imam Bukhari)|


Dan begitulah selayaknya sholat kita.
Saya akui, memang belum sampai sebegitunya saya bisa sholat seperti itu. Tetapi bukankah alangkah baiknya kita berusaha. Menghadirkan sosok Tuhan itu ada di depan kita. Agar kita takut. Agar kita tawakal. Agar kita tuma’ninah. Agar kita istiqomah. Karena Allah, lillahi ta’ala.
Sebegitu tinggi nilai ibadah kita, kenapa harus meninggikan hal yang nalar namun tak dekat dengan-Nya. Bukankah Sang Maha Punya mempunyai segala hal. Kita hanya makhluk, dan makhluk hanya bisa meminta.
Maka ketika kita tak punya apa-apa. Minta saja, minta dan ulangi. Minta dan ulangi lagi. Dengan cara yang baik. Dengan niatan yang baik. Dengan perbuatan yang baik. Insya Allah permintaan kita diijabah.
Amiin ya rabbal alamin.

NB : CMIIW jika ada informasi yang salah. Bagi para pembaca yang sekiranya melihat kesalahan dalam penulisan ini. Mohon dibenarkan. Insya Allah segera diralat. Terima kasih.

No comments:

Post a Comment