Ada suatu waktu dimana nanti kita diadili. Benar bukan. Di
setiap religi manapun akan menyebutkan demikian. Bahkan tak terkecuali agama
bangsa Viking sendiri. Mereka akan diadili dan ujung-ujungnya dimasukkan ke
dalam surga atau neraka.
Dalam dunia yang riil, ada sebuah tempat untuk kita bernama
pengadilan. Tempat orang mencari keadilan (katanya). Tempat orang yang
membutuhkan waktu untuk proses pencarian kebenaran. Dan disana orang-orang
berlomba-lomba mencari kebenaran. Mengadu dan mencoba mendapat kebenaran
kepentingan masing-masing.
Mengadu argumen untuk membenarkan kasus masing-masing.
Dulu, saya percaya hal itu adil. Saya melihat pengacara dan
hakim-hakim yang bijak. Lalu apa yang jadi membuat berbeda.
Suatu ketika kita berbuat salah, lalu dimanakah kita akan
mendapat hukuman.
Aaah, proses hukuman itu terlalu sederhanan sebenarnya. Tinggal
bagaimana setiap orang mengakui kesalahannya. Tinggal setiap orang mencoba
menelisik sejauh apa orang tersebut salah menurut dirinya sendiri.
Dan hari ini sangat sulit menemuinya.
Suatu kali saya pernah mendengar shirah nabawiyah seperti
ini.
“suatu kali datang
seorang perempuan ke Rasulullah SAW. Dia berkata, “Ya Rasulullah, saya telah
berzina. Tolong rajam saya.”
Lalu rasulullah pun
berkata, tunggu sampai anakmu lahir.
Dan kemudian ketika
anaknya lahir, wanita itu pun dirajam sampai mati.”
Entah begitu akhirnya, saya lupa bagian tengahnya, tapi
akhir ceritanya “Rasulullah berkata, “Aku
melihat perempuan itu di surga, dengan dua sayap di punggungnya.””
Melihat sedikit shirah di atas, saya membuat kesimpulan
bahwa wanita itu memilih hukumannya di dunia daripada hukumannya di akhirat
kelak.
Dia lebih baik merasakan hukuman itu di dunia agar
pengampunannya di akhirat diterima.
Itu sebuah hukuman.
Pada masa penghakiman, kita akan mengakui diri kita sendiri.
Kita akui seberapa banyak dan apa saja yang telah kita perbuat di dunia ini. Di
sana. Di padang mahsyar.
Pada masa itu, mulut dikunci, dan yang bicara adalah
bagian-bagian tubuh kita. Mengakui apa saja yang sudah kita lakukan. Mulut kita
tak akan bisa berbicara kebohongan. Mulut kita tak akan terbuka dan mengungkap
keburukan. Tak akan mengungkap kebaikan.
Hanya setiap bagian tubuh kita, tangan, kaki, mata, dan
lainnya. Bagaimana mungkin kita akan berbohong. Semua record kita akan dibongkar. Seperti sebuah pengakuan dosa yang
lebih terperinci. Langsung dari bagian pelaku perbuatan.
Bukankah itu adil untuk melihat dosa kita apa saja mungkin
bagi yang lupa. Dan dengan itu, kita ingat secara detail apa saja yang sudah
kita lakukan.
Dan mungkin pada waktu itulah masa penghakiman
kita. Apakah kita menerima ‘catatan’ itu dengan tangan kanan, ataukah dengan
tangan kiri.